Serangan bom berat menewaskan delapan tentara
Delapan tentara tewas dalam serangan bom di Yala kemarin dan truk Unimog yang mereka tumpangi hancur berkeping-keping. Bom itu membuat lubang di permukaan jalan dengan diameter tiga meter.
Paradorn Pattanatabut, sekretaris jenderal Dewan Keamanan Nasional dan pemimpin delegasi pada pembicaraan damai dengan kelompok pemberontak BRN, yakin serangan itu adalah ulah militan yang ingin mengakhiri pembicaraan. "Itu bisa jadi kelompok ekstremis yang memiliki hubungan dengan BRN yang tidak setuju dengan pembicaraan damai."
Polisi yakin serangan itu dilakukan oleh kelompok militan yang dipimpin oleh Aba Jejaali dan Ubaidila Rommueli. Bisa jadi sebagai pembalasan atas kematian lima militan di Bannang Sata (Yala) pada bulan April. Mereka dibunuh oleh tentara.
Ada sepuluh tentara di dalam truk Unimog. Dua orang terluka dan dirawat di sebuah rumah sakit di Krong Pinang. Setelah ledakan, petugas keamanan yang mengawal tentara dengan kendaraan bersenjata lainnya menembaki para pemberontak yang bersembunyi di perkebunan, tetapi mereka berhasil melarikan diri. Dua tabung gas 15 kilo berisi bahan peledak ditemukan di dekatnya.
Sejak pembicaraan damai antara Thailand dan Barisan Revolusi Nasional (BRN) dimulai pada bulan Maret, kekerasan meningkat bukannya menurun. Komandan Angkatan Darat Prayuh Chan-ocha mengatakan kekerasan itu menimbulkan pertanyaan tentang keefektifan pembicaraan. "Artinya tentara harus melanjutkan operasi keamanan yang tajam di provinsi-provinsi selatan."
Militan juga aktif di tempat lain.
– Di Raman, juga di Yala, seorang guru sekolah Tadika ditembak mati kemarin. Dia ditembak oleh pengendara sepeda motor yang lewat, saat dia juga berada di atas sepeda motor.
– Di Narathiwat, dua orang terluka parah yang ditembak dengan cara yang sama.
Ilmuwan politik Chaiwat Satha-anand, yang berafiliasi dengan Universitas Thammasat, mendukung kelanjutan pembicaraan damai dalam artikel berjudul '10 Pengamatan tentang Dialog Perdamaian'. "Masalah tidak bisa diselesaikan dengan kekerasan."
Dia mengutip penelitian Rand Corporation yang menyatakan bahwa negosiasi jauh lebih efektif daripada operasi militer. Studi tersebut meneliti 268 kelompok teroris yang aktif antara tahun 1968 dan sekarang. Hanya 20 yang ditindas oleh kekuatan militer; dalam 114 kasus masalah diselesaikan melalui dialog damai.
(Sumber: Bangkok Post, 30 Juni 2013)